Jumat, 05 Desember 2008



MEMBANGUN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT YANG BERKELANJUTAN

Berapa tahun belakang ini pengembangan perkebunan kelapa sawit banyak mendapatkan kritik, terutama dari NGO (Non Government Organization) luar negeri. Selama ini berkembang issue-isue terhadap perkembangan kelapa sawit di Indonesia yaitu sebagai penyebab deforestasi atau kerusakan hutan,rusaknya keragaman hayati dan berkurangnya habitat orang orang hutan,gajah,harimau sumatera dan satwa lain, meningkatnya CO2 akibat pembukaan lahan dengan membakar, lingkungan rusak akibat pemanfaatan yang tidak terkendali.
Menanggapi tudingan tersebut sebenarnya Pemerintah dalam hal ini direktorat jendral perkebunan telah punya komitmen yang tinggi dalam pembangunan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan. Pembangunan yang berkelanjutan adalah pembangunan yang memperhatikan aspek – aspek lingkungan dan social. Komitmen tersebut terlihat.
Pertama dari aspek hukum Pelaksanaan pembangunan pertanian dan perkebunan termasuk pengembangan tanaman kelapa sawit , pemerintah telah peraturan dan perundangan antara lain:
A Undang-Undang Nomor 12 tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman
A Undang –Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan
A Permetan Nomor 26 tahun 2007 Tentang Pedoman Perizinan usaha perkebunan
A Kepmentan Nomor 486 tahun 2003 tentang pedoman klasifikasi perusahaan perkebunan ,pedoman pembukaan lahan tanpa bakar dan pedoman budidaya kelapa sawit .
Semua ketentuan tersebut bertujuan agar dalam pengembangan kelapa sawit di Indonesia benar – benar memperhatikan aspek lingkungan dan social. Bahkan, Menteri Pertanian akhir tahun 2007 lalu juga sudah mengeluarkan surat edaran kepada gubernur, bupati dan wali kota seluruh Indonesia agar menghentikan sementara pemanfaatan lahan gambut untuk pembangunan kelapa sawit. Penghentian ini berlaku sampai dihasilkannya kajian oleh Badan Litbang Pertanian tentang kelayakan pengembangan kelapa sawit di lahan gambut.
Kedua, Pemerintah Indonesia juga telah menerima konsep RSPO (Round on Table Sustainable Palm Oil) dalam pembangunan kelapa sawit. Pada bulan mei 2008, RSPO Indonesia Liasion officer (RILO) untuk Indonesia. Esensi dari RSPO adalah bagaimana setiap perusahaan menerapkan Best Management practice (BMP) dalam mengelola perusahaanya perkebunannya. RSPO di Indonesia sudah banyak kemajuan. Dari 50 Perusahaan perkebunan yang ada di beberapa negara produsen kelapa sawit dunia yang akan menerapkan RSPO sebagian besar berasal dari Indonesia. Hal ini menunjukan bagaimana kesungguhan pelaku usaha Perkebunan Indonesia untuk menerapkan RSPO.
Saat ini, Indonesia merupakan merupakan negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia dengan luas areal 6,78 juta ha dan produksi 17,37 juta ton CPO. Kelapa sawit mempunyai peranan penting dalam perekonomian nasional. Disamping sebagai bahan baku industridalam negeri, juga komoditas export utama. Pada tahun 2007 total ekspor CPO Indonesia dan produk turunanya sebesar 11,8 juta ton dengan nilai US S 7.8 Milyar. Maupun menyerap tenaga kerja langsung sebesar 3,3 juta KK. Pengembagan elapa sawit juga mendorong pengembangan Wilaya.
Prospek pengembangan kelapa sawit ke depan sangat bagus, tidak saja untuk bahan baku minyak makan, oleokimia,tapi juga digunakan sebagai bahan baku energy (bio – fuel). Melihat prospek yang bagus tersebut, Pemerintah akan terus mendorong perkembangan kelapa sawit dengan menerapkan prinsip Sustainable Depelopment.
Sesungguhnya kondisi obyektif pemanfaatan lahan untuk perkebunan terutama kelapa sawit adalah: luas kawasan hutan 133,7 juta Ha (sekitar 40 juta ha rusak)hutan produksi yang biasa dikonversi (HPK) seluas 22,8 juta ha, pelepasan kawasan hutan 8,7 juta ha (pencadangan 4,0 juta ha dan Sk pelepasan kawasan hutan 4,7 juta ha ). Total realisasi perkebunan dari kawasan hutan dan APL (Areal Penggunaan Lain)adalah seluas 4,3juta ha.dan total penerbitan HGU dari kawasan hutan dan APL Seluas 4,6 juta ha.
Papua termasuk dalam lahan yang direncanakan. Mari kita pikirkan baik untuk membuat kebijakan perkebunan sawit berkelanjutan di Papua.

Tidak ada komentar: